正 天 宫
TJEN THIAN KIONG (YAYASAN DHARMA MULIA ABADI)
Selasa, 28 Agustus 2012
Senin, 11 Juni 2012
Minggu, 27 Mei 2012
Rabu, 14 Desember 2011
Bodhisattva Sangharama (伽蓝菩薩)
Sebagian besar orang bisa saja tidak mengenal nama Bodhisattva Sangharama, tetapi begitu melihat citra rupang seorang jendral gagah perkasa dengan jenggot panjang indah bergemulai dan paras muka merah lebam berkilau, maka mereka pasti akan langsung tahu. Ya, Bodhisattva Sangharama adalah Guan Yu alias Guan Gong (Kwan Kong).
Siapa tidak tahu Guan Yu? Banyak orang mengetahuinya dari cerita Sam Kok (Kisah Tiga Negara) dan game Dynasty Warrior. Namun, tahukah kita bagaimana latar belakang Guan Yu hingga dinobatkan sebagai Dharmapala (Pelindung Dharma) dalam tradisi Mahayana Tiongkok?
Guan Yu / 關羽 (160 – 219 M), alias Yun Chang (雲長), lahir pada tanggal 24 bulan 6 Imlek, adalah penduduk asal Jiezhou, Hedong (sekarang Yuncheng, Propinsi Shanxi). Sejak kecil dididik dalam bidang kesusastraan dan sejarah. Beliau sangat menggemari kitab sejarah Chunqiu (Musim Semi dan Gugur) dan Zuozhuan (kitab sejarah karya Zuo Qiuming). Guan Yu memiliki 3 anak: Guan Ping (關平) , Guan Xing (關興) dan Guan Suo (関索).
Salah satu watak istimewa yang dimiliki Guan Yu adalah jiwa setia dan ksatria, beliau berani membela yang lemah dan tertindas. Tahun 184, Guan Yu melarikan diri dari kampung halamannya setelah membunuh orang demi membela kaum lemah. Beliau menuju wilayah Zuo, kemudian berkenalan dengan Liu Bei (劉備) dan Zhang Fei(張飛). Liu Bei adalah anggota keluarga Kaisar Kerajaan Han yang sedang merekrut prajurit untuk membasmi pemberontakan Serban Kuning. Karena memiliki cita-cita yang sama, maka mereka bertiga menjalin tali persaudaraan yang dikenal dengan sebutan Tiga Pertalian Setia di Taman Bunga Persik. Semenjak itu, mereka bertiga berkomitmen sehidup semati memperjuangkan cita-cita penegakan hukum demi membersihkan Kerajaan Han dari gerogotan korupsi dan pengkhianatan.
Namun Kerajaan Han yang telah berdiri kokoh selama 400 tahun itu akhirnya terpecah menjadi 3 kerajaan, yang mana Liu Bei sebagai salah satu anggota keluarga kerajaan menyatakan diri sebagai penerus Dinasti Han. Era inilah yang kemudian terkenal dengan sebutan San Guo (Sam Kok – Tiga Negara). Perjuangan keras tiga bersaudara Taman Bunga Persik untuk mempersatukan Tiongkok tidak berhasil. Begitulah hingga usia 60 tahun, Guan Yu bersama putranya, Guan Ping, akhirnya gugur dalam pertempuran.
Meskipun demikian, rasa hormat terhadap Guan Yu tidak serta merta lenyap seiring dengan gugurnya pahlawan berparas merah lebam ini. Keberanian, kesetiaan dan jiwa ksatria beliau menjadi kisah harum dalam masyarakat Tionghoa selama turun temurun. Selain itu, dalam kalangan spiritual, dikenal pula kisah perjodohan Guan Yu dengan ajaran Buddha, sebuah ajaran kebenaran sejati yang menembus kepekatan misteri dimensi ruang dan waktu. Ya, Guan Yu menjadi siswa Buddha setelah beliau gugur.
Awal Mula Sebagai Pelindung Dharma
Kisah berikut ini terjadi beberapa ratus tahun setelah gugurnya Guan Yu. Berdasarkan catatan sejarah Buddhis – Fozhu Tongji (佛祖統紀 – Taisho Tripitaka 2053), pada tahun 592 M, (Dinasti Sui, era Kai Huang ke-12), disebutkan bahwa pada suatu malam, langit tiba-tiba menjadi cerah, bulan terlihat jelas sekali, Guan Yu bersama Guan Ping dan sekelompok makhluk gaib muncul di hadapan Master Tripitaka Zhiyi (智顗 – pendiri aliran Tiantai Tiongkok) yang sedang bermeditasi di Bukit Yuquan. Guan Yu berkata, “Saya Guan Yu dari era akhir Dinasti Han. Ini adalah putra saya, Guan Ping. Kami terus berkelana setelah meninggal. Yang Arya, dengan tujuan apakah anda datang ke sini? Master Zhiyi menjawab, “Aku datang ke sini untuk membangun vihara.”
Guan Yu menjawab, “Yang Arya, izinkanlah kami untuk membantumu. Tidak jauh dari sini, terdapat lahan yang kokoh tanahnya. Saya dan putra saya dengan senang hati akan membangun vihara di sana untuk anda. Mohon lanjutkan meditasinya, vihara akan selesai dalam waktu 7 hari saja.” Setelah Master Zhiyi selesai bermeditasi, terlihat sebuah vihara yang sangat indah muncul persis di tempat yang ditunjukkan oleh Guan Yu. Vihara itu kemudian diberi nama Vihara Yuquan (玉泉寺).
Suatu hari Guan Yu datang ke Vihara Yuquan untuk mendengarkan Master Zhiyi membabarkan Dharma, setelah itu beliau memohon untuk dapat menjadi siswa Buddha dengan menerima Trisarana dan Panca Sila Buddhis. “Aku sangat beruntung mendapat kesempatan mendengarkan Dharma dan beraspirasi mempraktikkan Jalan Bodhi (pencerahan) mulai dari sekarang. Mohon izinkanlah saya untuk menerima Sila dari Anda,” demikian ucap Guan Yu kepada Master Zhiyi. Master Zhiyi kemudian membangun sebuah kuil untuk Guan Yu di sebelah barat laut vihara. Sebuah batu ukiran yang bertajuk tahun 820 M di Vihara Yuquan mengisahkan tentang pertemuan antara Guan Yu dan Zhiyi tersebut. Di dinding kuil yang didirikan Zhiyi untuk Guan Yu, terdapat tulisan: “Di balik wajah merahnya, terdapat hati bagaikan batu merah delima. Guan Gong menunggang kuda melebihi kecepatan angin. Tetapi sejauh ia berkuda, ia melayani Sang Raja Api. Dengan lampu minyak Ia belajar sejarah, di mana ia mempercayakannya pada golok naga hijaunya. Kebijaksanaannya yang mendalam akan membawa terang bagi hari-hari yang ada.”
Selain kisah di atas, ada satu versi lain tentang kisah bagaimana Guan Yu menjadi seorang pemeluk agama Buddha. Dikatakan bahwa pada suatu malam Guan Yu menemui Bhiksu Zhikai(智鎧), murid dari Tiantai Master Zhiyi, dan menerima Trisarana dari Bhiksu Zhikai. Kemudian Bhiksu Zhi Kai melaporkan perjumpaan dengan Guan Yu tersebut kepada Yang Guang, Pangeran Jin (yang kelak akan dikenal sebagai Kaisar Sui Yang Di – 隋煬帝). Pangeran Yang Guang memberikan Guan Yu gelar “Sangharama Bodhisattva”. Itulah asal muasal dari mana gelar Sangharama diberikan kepada Guan Yu.
Pada kisah lainnya, seperti dalam Catatan Kisah Tiga Negara (San Guo Yan Yi – 三国演义), Guan Yu muncul di hadapan Bhikshu Pujing (普淨) di malam saat gugur karena dipenggal oleh pihak Sun Quan, Raja Wu. Tubuhnya dikubur di dekat Bukit Yuquan yaitu di Jingzhou. Di sela-sela kegalauan atas kehilangan kepala, raga halus Guan Yu bergentayangan mencari kembali kepalanya. Bhiksu Pu Jing dengan kekuatan batinnya melihat Guan Yu turun dari angkasa menunggang kuda sambil menggenggam golok besar Naga Hijau, bersama dengan 2 pria, Guan Ping dan Zhou Cang. Semasa hidupnya saat dalam pelarian dari kubu Cao Cao, Guan Yu pernah ditolong oleh Pujing di Vihara Zhen-guo. Lalu Bhiksu Pujing memukul pelana kuda dengan kebutan cambuknya seraya berkata, “Di mana Yun Chang?” Seketika itu juga Guan Yu tersadarkan.
Guan Yu kemudian memohon petunjuk untuk dapat terbebas dari kegelapan pengembaraan batin. Pujing memberi nasehat, “Dulu salah atau sekarang benar tak perlu dipersoalkan lagi, karena terjadi pada saat sekarang tentunya ada sebab pada masa lalu.” Pujing lalu melanjutkan, “Sekarang engkau meminta kepalamu, menuntut atas kematianmu di tangan Lu Meng, namun kepada siapa Yan Liang, Wen Chou dan penjaga lima perbatasan serta banyak lagi lainnya yang telah kau bunuh, meminta kembali kepala mereka?” Kata-kata Pujing itu terasa sangat menyentak.
Setelah tersadarkan dari kegalauannya, Guan Yu lalu menjadi pengikut Buddhis. Sejak itu Guan Yu sering muncul melindungi masyarakat di sekitar Bukit Yuquan. Sebagai rasa terima kasih kepada Guan Yu, para penduduk membangun kuil di puncak Bukit Yuquan.
Awal mula jodoh karma antara Bhiksu Pujing dengan Guan Yu, diceritakan dalam satu legenda. Alkisah kelahiran lampau Guan Yu adalah raja naga yang dengan welas asih membantu rakyat yang mengalami bencana kekeringan dengan menurunkan hujan. Setelah sang raja naga meninggal, Bhiksu Pujing membantu membacakan doa-doa di hadapan jasadnya dan akhirnya raja naga tersebut terlahir kembali menjadi Guan Yu.
Gubuk rumput tempat tinggal Pujing kemudian dibangun menjadi sebuah Vihara yang akan bernama Vihara Yuquan. Sebelumnya Vihara Yuquan ini bernama Vihara Fuchuan shan yang dibangun oleh raja Liang Xuandi pada abad ke-6 M. Namun karena sebab-sebab tertentu, vihara tersebut rusak dan bobrok. Kemudian pada abad ke-6 juga, Zhiyi berniat membangun kembali vihara baru di lokasi tersebut dengan nama Vihara Yuquan. Dalam pembangunan kembali ini dikisahkan Zhiyi mendapat bantuan dari Guan Yu, beserta pihak kerajaan seperti dari Pangeran Yang Guang dan ayahnya, Raja Sui Wendi yang memegang pemerintahan pada masa itu. Vihara Yuquan ini di dalam kompleksnya terdapat kuil Guan Miao (kuil untuk Guan Yu). Ini adalah salah satu tempat pemujaan Guan Yu yang tertua, juga merupakan vihara tertua di Dangyang. Tempat penampakan raga halus Guan Yu ditandai dengan sebatang pilar batu yang bertuliskan: “Di sini tempat Guan Yun Chang dari Dinasti Han menampakkan diri.” Pilar batu itu adalah hadiah dari kaisar Wan Li masa Dinasti Ming dan masih bisa dilihat sampai sekarang. Guan Yu sebagai dewa juga pernah bertanya jawab dengan kakak seperguruan Patriarch Ch’an ke-6, Shen Xiu (神秀).
Dalam Sutra Saptabuddha Ashtabodhisattva Maha Dharani Sutra (Sutra tentang Mantra Sakti Mahadharani yang dibabarkan 7 Buddha dan 8 Bodhisattva) tercatat bahwa ada 18 Sangharama (Qielan Shen) sebagai pelindung lingkungan vihara, yaitu: Meiyin, Fanyin, Tian’gu, Tanmiao, Tanmei, Momiao, Leiyin, Shizi, Miaotan, Fanxiang, Renyin, Fonu, Songde, Guangmu, Miaoyan, Cheting, Cheshi, dan Bianshi.
Guan Yu sendiri bukanlah sosok yang tercatat dalam Sutra Mahayana sebagai Sangharama. Term Sangharama sendiri mengandung pengertian sebagai tempat tinggal anggota Sangha, atau lebih umum dikenal sebagai vihara. Secara etimologi, istilah Sangharama telah dikenal sejak masa kehidupan Buddha. Selain 18 dewa Sangharama yang telah disebutkan di atas, dua tokoh yang dianggap sebagai pelindung utama Sangharama adalah Anathapindika dan Pangeran Jeta, penyokong Vihara Jetavanarama pada masa kehidupan Buddha.
Secara kualitatif, Guan Yu memiliki pengabdian yang setara dengan para Pelindung Sangharama, pun karena memiliki komitmen yang besar untuk melindungi lingkungan vihara, maka tidaklah mengherankan bila kemudian diapresiasi secara khusus oleh Mahayana Tiongkok sebagai Bodhisattva Sangharama. Ada juga yang menyebut sebagai Bodhisattva Satyadharma Kalama. Pada tahun 1081 M, tokoh politik Song Utara dan umat Buddha bernama Zhang Shangying (張商英)menyebut Guan Yu sebagai Pelindung Dharma.
Di kalangan Mahayana Tiongkok, Guan Yu sering ditampilkan berdiri berpasangan dengan Dharmapala Veda (Weituo Pusa) yang juga merupakan Pelindung Dharma. Keduanya mendampingi rupang Buddha atau Avalokitesvara.
H.H Gyalwa Karmapa ke-17, pemimpin dari Karma Kagyud pernah menulis buku Sadhana kepada Sangharama Maha Dewa Guan Gong. Selain itu, Ven. Hai Tao juga pernah memberikan ceramah mengenai Guan Gong. Belakangan ini di luar negeri, terdapat beberapa upacara Sangharama yang diadakan dan dihadiri bersama oleh Sangha Mahayana dan Vajrayana. Bahkan di Guandi Miao di Jepang, setiap kali pada perayaan hari raya Guan Gong (Kantei-tan/Guandi Dan) selalu dipimpin para Bhiksu Mahayana. Tidak seperti di vihara-vihara Mahayana Tiongkok, di Jepang, jarang ditemukan vihara yang memiliki altar Guan Yu. Hanya vihara-vihara beraliran Obaku Zen yang mendirikan Garando (Aula Sangharama), yaitu aula untuk Guan Gong, di kompleks viharanya, contohnya seperti Vihara Manpuku-ji.
Pemujaan Guan Yu Hingga ke Tibet
Pemujaan Guan Yu juga meluas sampai ke Tibet (terutama di aliran Gelugpa dan Nyingmapa). Altar beliau ada di vihara-vihara Tibet, seperti Mahavihara Tsurphu, sejak kunjungan Maha Ratna Dharmaraja Karmapa V ke Tiongkok atas undangan Kaisar Yong Le. Dulu di Tibet, Guan Yu sebagai Sangharama dikenal dengan nama Karma Hansheng (噶瑪漢神).
Dalam lukisan Thangka Buddhisme Vajrayana, biasanya Guan Gong didampingi oleh Zhou Chang, Guan Ping, Liu Bei, Zhao Yun, Chitu Ma (kuda Guan Gong) dan Ma She Ye (penjaga kuda Guan Gong). Di atas kepala Guan Gong terdapat figur Amitayus Buddha (mungkin disebabkan karena ada beberapa kalangan yang menganggap Guan Yu sebagai Pengawal Tanah Suci Sukhavati Amitabha Buddha) dan terkadang figur Amitayus digantikan oleh figur seorang Guru dari sekte Gelug (Topi Kuning).
Di Tibet dan Mongolia, pemujaan Guan Di (Dewa Guan Yu) diasosiasikan sebagai Raja Gesar dari Ling yang dikenal merupakan emanasi Guru Padmasambhava. Pengasosiasian tersebut dimulai sejak zaman Dinasti Qing (Manchu). Lobsang Palden Yeshe, Panchen Lama ke-6 (1738 – 1780 M) adalah yang pertama kali mengatakan bahwa Guan Di adalah Gesar. Oleh karena itu Guan Di Miao (Kuil Guan Gong) di Lhasa disebut juga dengan nama Gesar Lhakhang. Ada juga yang percaya bahwa Guan Di dan Gesar adalah inkarnasi masa lalu dari Panchen Lama.
Guan Gong dipandang sebagai Dewa Pelindung Dinasti Qing, sedangkan Vajrayana Buddhis sekte Gelug adalah agama yang dianut anggota kerajaan Dinasti Qing. Demikianlah Guan Gong (Yang Mulia Guan Yu) dihormati baik oleh kalangan Mahayana maupun Vajrayana (Tantrayana) sebagai Bodhisattva Dharmapala (Pelindung Dharma). Bahkan dalam kepercayaan masyarakat, diyakini Guan Gong kelak akan menjadi seorang Buddha bernama Ge Tian (Ge Tian Gu Fo – 蓋天古佛).
Pemujaan di Kalangan Umat Tao dan Kong Hu Cu
Guan Yu dihormati oleh ketiga agama (Buddha, Tao dan Khonghucu). Dalam kitab Taois Guansheng Dijun Baohua (關聖帝君寶誥) – Alamar Mulia Guansheng Dijun disebutkan bahwa Guan Gong, “Memegang Kekuasaan San Jiao (Tridharma) Konghuchu, Buddha dan Tao”.
Pemujaan Guan Yu juga luas di kalangan umat Tao dan Konghucu sebagai Guansheng Dijun (關聖帝君), Guan Gong (關公), dan Guan Di (關帝). Penghormatan ini tampak nyata sekali di banyak kelenteng. Sejak Dinasti Song para Taois memuja Guan Yu sebagai Dewata Pelindung Malapetaka Peperangan, sedang umat Konghucu menghormati sebagai Dewa Kesusasteraan – Wenheng Dadi (文衡大帝).
Pemujaan Guan Gong mulai meluas di kalangan Taois pada abad ke 12 M. Menurut sejarawan Boris Riftin dan Barend J. Ter Haar, pemujaan Guan Yu di kalangan Buddhis lebih awal daripada di kalangan Taois. Bahkan di dinding kuil Guan Miao di Vihara Yuquan terdapat tulisan “Tian Xia Di Yi Guan Miao” (天下第一關廟), yang berarti Kuil pertama Guan Yu di bawah Langit.
Pemujaan ini mulai popular pada masa Dinasti Ming. Guan Di dipuja karena kejujuran dan kesetiaannya, pun dipandang sebagai dewa pelindung perdagangan, dewa pelindung kesusasteraan dan dewa pelindung rakyat dari malapetaka peperangan yang mengerikan. Julukan dewa perang yang umumnya dialamatkan kepada Guan Di, harus diartikan sebagai dewa yang mencegah terjadinya peperangan dan segala akibatnya yang menyengsarakan rakyat, sesuai dengan watak Guan Yu yang budiman. Di kalangan rakyat, Guan Yu juga dianggap sebagai Dewa Rezeki – Wuchai Shen (武财神).
Bagaimana mungkin Guan Yu sebagai seorang jenderal yang sering berperang dan membunuh akhirnya dihormati sebagai Bodhisattva? Meskipun tampak kontradiktif, namun semua ini tak lebih hanyalah masa lalu yang telah sirna setelah disadarkan oleh nasehat bhiksu suci. Penyadaran ini seperti halnya kisah kehidupan Angulimala di masa kehidupan Buddha.
Sifat Keteladanan Guan Yu
Meskipun pemujaan Guan Yu tersebar di berbagai kalangan, seperti lingkungan ibadah, kepolisian, bahkan hingga kalangan mafia yang konon dikatakan meneladani sikap kesetiakawanan Guan Yu, namun tidak berarti aspek negatif dari dunia mafia lalu dikaitkan dengan sosok Guan Yu. Ini hanyalah cermin kebebasan orang dalam memilih tokoh pemujaan. Terlepas dari hal ini, ada baiknya kita melihat sifat mulia yang tercermin dari sosok Guan Yu, yang bisa menjadi teladan bagi kita semua.
1. Patriotis
2. Menjaga norma susila
3. Tidak tergiur akan kesenangan/kenikmatan
4. Tidak silau akan nama dan harta
5. Tidak mengharap yang baru dan membuang yang lama
6. Tidak melupakan kesetiaan persaudaraan
7. Berjiwa altruis (mementingkan orang lain)
Guan Yu bukan saja telah menjadi sosok yang identik dengan pemujaan spiritual, pun adalah penyatu kultur masyarakat Tiongkok di manapun berada dan menjadi sebuah maskot tentang semangat pengabdian, kesetiaan dan sikap lurus.
Sebagai penutup, kita kutip sebuah sajak yang dilantunkan sebagai apresiasi terhadap Guan Yu dalam Penuntun Kebaktian Sore kalangan Mahayana Tiongkok:
“Pemimpin Sangharama, yang mempunyai wibawa dan keagungan menata seluruh vihara. Dengan penuh sujud dan kesetiaan menjalankan Buddha Dharma. Selalu melindungi dan mengayomi Dharma Raja Graha. Tempat Suci selalu damai tenteram selamanya.Namo Dharmapala Garbha Bodhisattva Mahasattva Mahaprajnaparamita.”
Dharani Sangharama Bodhisattva Kumalaraja Guan / Qielanpusa Guanshengdijun Zancou (伽藍菩薩關聖帝君讚咒)
伽藍菩薩顯威靈,精忠義勇護法城,十方三界同欽敬,關聖帝君敬讚禮;
Qie lan pu sa xian wei ling , jing zhong yi yong hu fa cheng , shi fang san jie tong qin jing , guan sheng di jun jing zan li ;
敬關帝,頌關公,帝君原是真英雄! 虎牢關前戰呂布,白馬坡上誅猛將,
Jing guan di , song guan gong , di jun yuan shi zhen ying xiong ! hu lao guan qian zhan lu: bu , bai ma po shang zhu meng jiang,
水淹七軍擒于禁,單刀赴會震江東!桃園結義忠仁勇,今古英雄說關公,
Shui yan qi jun qin yu jin , chan dao fu hui zhen jiang dong ! tao yuan jie yi zhong ren yong , jin gu ying xiong shuo guan gong ,
中陰得道成菩薩,尊者奉佛護伽藍,護國護民護正法,到處威靈顯 神勇!
Zhong yin de dao cheng pu sa , zun zhe feng fo hu qie lan , hu guo hu min hu zheng fa , dao chu wei ling xian shen yong !
聞名諸魔皆退 避,降伏羣邪護世間!護佑慈航護我眾,關帝威靈我敬誦;
Wen ming zhu mo jie tui bi , jiang fu qun [xie;ye] hu shi jian ! hu you ci hang hu wo zhong , guan di wei ling wo jing song ;
喃嘸伽藍尊者關聖帝君菩薩摩訶薩。
Nanwu Qielan Zunzhe Guansheng Dijun Busa Mohesa
Namo Sangharama Aryaraja Guan Bodhisattva Mahasattva!
(陳果齊敬題於香江與眾結緣)
(Chen Guo Qi jing Ti Yu Xiang Jiang Yu Zhong Jie Yuan)
Gatha Ge Tian Gu Fo (Buddha Ge Tian)
佛 號唱誦-
Fo hao chang sung
南無正氣神 關聖帝君
Namo Zhengchi shen Guansheng Dijun
南無救劫菩薩 思主公
Namo Jiujie Pusa SizhuGong
南無蓋天古佛 中天主宰
Namo Getiangu Fo Zongtian Zhuzai
sumber : tulisan Ery Camel di Atrakse
Minggu, 04 Desember 2011
Wen Chang Di Jun 文昌帝君(Bun Jiang Te Kun – Hokkian)
Wen Chang Di Jun 文昌帝君(Bun Jiang Te Kun – Hokkian) adalah salah satu dari kelompok Bintang Utara. Keenam bintang lainnya yaitu Shang-jiang,Ci-jiang, Gui-xiang, Shi-sheng, Si-ming dan Si-lu adalah dewa-dewa yang mempunyai tugas mengatur kepangkatan baik sipil maupun militer, jasa maupun pendidikan. Jabatan mereka di istana langit adalah Menteri Urasan Administrasi. Di kelenteng pemujaan untuk Kong Zi 孔子 (Konfusious), biasanya ditambah altar untuk pemujaan terhadap Wen Chang Di Jun 文昌帝君 ini, sebab Wen Chang dianggap sebagai pelindung kaum intelek. Riwayat Wen Chang 文昌 bervariasi dibeberapa tempat. Tapi garis besarnya mengatakan bahwa Wen ChangDi Jun 文昌帝君 pemah lahir ke dunia dengan nama Zhang Ya 張亞 , di propinsi Zhe-jiang,pada jaman dinasti Tang 唐朝. Dari Zhe-jiang ia kemudian pindah ke propinsi Sichuan bagian timur, prefektur Zi-tong. Karena kepandaiannya dalam hai sastra ia menjabat sebagai ketua upacara pada propinsi itu.
Kisah lain mengatakan bahwa ia adalah Zhang Ya Zi 張亞子 dari Zi-tong yang lahir pada jaman dinasti Jin dan menjabat menteri yang sangat mengutamakan pendidikan. Tetapi ia gugur dalam peperangan. Ia diangkat oleh Yu Huang Da Di 玉皇大帝 sebagai dewa pelindung kaum terpelajar dengan sebutan Zi Tong Di Jun 梓潼帝君 atau Wen Chang Di Jun 文昌帝君 (Zi Tong Di Jun berarti Dewa dari Zi-tong). Sebuah kisah lain mengatakan bahwa Zi Tong Di Jun muncul membantu Jendral Lei Yu Zhong, pada jaman dinasti Song, memadamkan pemberontakkan yang dipimpin oleh Wang Jun di Cheng-du, propinsi Sichuan.
Kota Chengdu sudah terkepung, tapi pasukan pemberontak tetap bertahan, tidak mau menyerah. Tiba – tiba muncul seorang yang menaiki tangga dan dan menyarankan pemberontak agar menyerah saja, agar bisa diampuni. “Zi Tong Di Jun mengutus aku untuk memberi tahu kalian. Menyerah sajalah agar kalian dapat diselamatkan”, serunya. Mendengar nama Zi Tong Di Jun 梓潼帝君 , para pemberontak segera meletakkan senjatanya dan menyerah. Jendral Lei Yu Zhong sangat berterima kasih kepadanya. Ia lalu memerintahkan agar Kelenteng Zi Tong Di Jun diperbaiki dan diadakan sembahyangan besar. Di kalangan rakyat ada kepercayaan, bahwa Dewa Pendidikan Wen Chang 文昌 terdiri dari 5 dewa, sedang Wen Chang Di Jun 文昌帝君 adalah yang tertinggi.
Tentang Wen Chang yang lain akan dituturkan di bawah. Selain sebagai Dewa Pelinduiig kaum terpelajar, Wen Chang Di Jun juga dianggap sebagai Wen Cai Shen 文財神 seperti yang dituturkan di atas. Wen Chang Di Jun umumnya selalu ditampilkan bersama pembantunya.Berdiri di depan sebelah kanan, ada orang berwajah setan, badannya kecil,membawa pensil Tionghoa (pit) dan satu tangannya lagi membawa gantang atau alat penakar. Ia adalah Kui Xing 魁君 (salah satu Wen Chang). Di sebelah kiri berdiri seorang tua beijubah merah. Dialah Zhu Yi 朱衣 , juga salah satu Wen Chang.
Di belakang kiri dan kanan berdiri dua orang yang disebut Tian Long 天聋(Si tuli dari langit) dan Di Ya 地啞 (Si bisu dari bumi). Keduanya adalah pelayan dan tukang kuda dari Wen Chang Di Jun. Mereka bisu dan tuli, sehingga tidak mungkin membocorkan rahasia tuannya kalau beliau akan memberkahi kepandaian dan kemampuan bersastra pada siapa yang berhak. Wen Chang Di Jun 文昌帝君 sendiri duduk ditengah, berwajah putih, beijubah biru dan memegang ru-yi 如玉 atau tongkat kumala sebagai lambang kebaikan. Pemujaan Wen Chang Di Jun di Indonesia juga cukup populer, terbukti dengan banyaknya pemujaan Wen Chang Di Jun di kelenteng – kelenteng Jakarta dan Surabaya.
Di Taiwan kelenteng khusus yang memuja Wen Chang rusak pada masa perang dan sampai sekarang belum diperbaiki. Tapi di kelenteng – kelenteng lain banyak dipuja sebagai pelengkap.
sumber : http://www.taoindonesia.info
Hok Tek Ceng Sin atau Fu De Zheng Shen
Hok Tek Ceng Sin atau Fu De Zheng Shen secara umum disebut
sebagai Thouw Te Kong (Tu Di Gong 土地公) atau dewa bumi.
Terkenal juga sebagai dewa keberuntungan. Dewa ini sebenarnya
termasuk dalam jajaran dewa setempat, sebab di setiap tanah / daerah,
ada dewanya sendiri-sendiri.
SEJARAH
Diceritakan bahwa pada dinasti Zhou, pada
masa pemerintahan Zhou Wu Wang, ada
seorang menteri urusan perpajakan, bernama
Thio Hok Tek (Zhang Fu De). Ia seorang yang
bijaksana dan arif. Bagi rakyat yang hidup
kekurangan, ia tidak menarik pajak yangberlebihan, sehingga rakyat tidak terbebani. Bahkan kadang-kadang ia
sering memberikan hartanya untuk menolong rakyat miskin, sehingga
ia sangat dicintai rakyatnya. Diceritakan bahwa ia lahir pada tahun
1134 SM dan meninggal pada usia 102 tahun.
Setelah kematiannya, jabatan beliau digantikan oleh Wei Chao. Sepak
terjang Wei Chao sangat bertolak belakang dengan Thio Hok Tek, Wei
Chao sering menekan rakyat, dan tidak segan-segan menghukum mereka dengan berat, hanya karena mereka terlambat atau kurang jumlahnya dalam membayar pajak. Perlakuan Wei Chao yang kejam, menjadikan rakyat kemudian mendambakan seorang yang arif seperti Thio Hok Tek. Mereka kemudian membuat gambar dan patung Thio
Hok Tek dan memujanya. Mereka mengharap agar hidup mereka dilindungi, sama seperti waktu Thio Hok Tek masih hidup. Disinilah mereka mulai memberikan julukan kepada Thio Hok Tek sebagai dewa bumi.
Profil Penampakan
sebagai Thouw Te Kong (Tu Di Gong 土地公) atau dewa bumi.
Terkenal juga sebagai dewa keberuntungan. Dewa ini sebenarnya
termasuk dalam jajaran dewa setempat, sebab di setiap tanah / daerah,
ada dewanya sendiri-sendiri.
SEJARAH
Diceritakan bahwa pada dinasti Zhou, pada
masa pemerintahan Zhou Wu Wang, ada
seorang menteri urusan perpajakan, bernama
Thio Hok Tek (Zhang Fu De). Ia seorang yang
bijaksana dan arif. Bagi rakyat yang hidup
kekurangan, ia tidak menarik pajak yangberlebihan, sehingga rakyat tidak terbebani. Bahkan kadang-kadang ia
sering memberikan hartanya untuk menolong rakyat miskin, sehingga
ia sangat dicintai rakyatnya. Diceritakan bahwa ia lahir pada tahun
1134 SM dan meninggal pada usia 102 tahun.
Setelah kematiannya, jabatan beliau digantikan oleh Wei Chao. Sepak
terjang Wei Chao sangat bertolak belakang dengan Thio Hok Tek, Wei
Chao sering menekan rakyat, dan tidak segan-segan menghukum mereka dengan berat, hanya karena mereka terlambat atau kurang jumlahnya dalam membayar pajak. Perlakuan Wei Chao yang kejam, menjadikan rakyat kemudian mendambakan seorang yang arif seperti Thio Hok Tek. Mereka kemudian membuat gambar dan patung Thio
Hok Tek dan memujanya. Mereka mengharap agar hidup mereka dilindungi, sama seperti waktu Thio Hok Tek masih hidup. Disinilah mereka mulai memberikan julukan kepada Thio Hok Tek sebagai dewa bumi.
Profil Penampakan
Arca Hok Tek Ceng Sin atau Thouw Te Kong biasanya ditampilkan sebagai seorang kakek tua, berambut dan berjenggot putih, wajahnya menampakkan senyum ramah, dan berpakaian model seorang hartawan atau Wan Gwe (Yuan Wai). Ada yang menampilkan dengan satu tangan memegang uang emas kuno, ada yang hanya dalam posisi duduk
biasa. Kadang-kadang juga ditampilkan berpasangan dengan nenek Thouw Te (Tu Di Po),
atau ditemani seekor harimau yang disebut Houw Ciang Kun (Hu Jiang Jun)
biasa. Kadang-kadang juga ditampilkan berpasangan dengan nenek Thouw Te (Tu Di Po),
atau ditemani seekor harimau yang disebut Houw Ciang Kun (Hu Jiang Jun)
Kamis, 01 Desember 2011
Ceng It Cin Kun (Zheng Yi Zhen Jun)
Zheng Yi Zhen Jun merupakan salah satu Dewa yang di puja Tjen Thian Kiong .
Adapun riwayat beliau menurut Feng Shen adalah sebagai berikut:
Kaisar Zhou-wang (Tiu Ong - Hokkian) dari Kerajaan Shang memerintahkan jenderalnya yang kenamaan. Wen Zhong (Bun Tiong - Hokkian), untuk menyerbu Xi-chi, basis pasukan Wen Wang (Bun Ong - Hokkian). Untuk mencapai maksudnya itu, Wen Zhong minta bantuan enam orang sakti mandraguna, guna membentuk formasi barisan yang disebut Shi-jue-zhen ( Sip Ciat Tin - Hokkian) atau Barisan Sepuluh Pemusnah. Tapi Jiang Zi Ya berhasil menghancurkan enam diantaranya. Melihat kekalahan dipihaknya, Wen Zhong minta bantuan Zhao Gong Ming yang pada waktu itu bertapa di gua Lou-fu Dong, pegunungan E Mei Shan (Go Bi San - Hokkian).
Gong Ming menyatakan kesanggupannya untuk membantu. Pada waktu ia turun gunung, seekor harimau besar menerkam. Harimau itu tak berkutik di bawah tudingan dua jari tangannya. Dengan angkin diikatnya leher si raja hutan, kemudian dikendarai. Para dahi harimau itu kemudian ditempelkan selembar "FU" atau surat jimat. Untuk selanjutnya si raja hutan tunduk di bawah perintahnya dan menjadi tunggangannya.
Dengan mengendarai harimau, Zhao Gong Ming bertempur dengan Jiang Zi Ya. Setelah beberapa jurus, Zhao Gong Ming mengeluarkan ruyung saktinya dan menghajar Jiang Zi Ya hingga roboh dan tewas. Tapi untung, datanglah Guang Cheng Zi (Kong Sheng Cu - Hokkian). Ia menolong Zi Ya dan dia hidup kembali. Huang Long Zhen Ren (Ui Liong Cin Jin - Hokkian) keluar untuk bertempur dengan Zhao Gong Ming, tapi tertawan oleh tali wasiat Gong Ming. Chi Jing Zi dan Guang Cheng Zi pun terpukul jatuh oleh pertapa yang berkesaktian segudang itu. Tapi kemudian Zi Ya mendapat bantuan seorang sakti dari pegunungan
Wu-yi Shan yang bemama Xiao Sheng. Semua barang wasiat Zhao Gong Ming berhasil dirampas. Merasa kehilangan muka, Zhao Gong Ming kabur ke pulau San Xian Dao (Eulau Tiga Dewa) untuk menemui seorang
pertapa wanita yang sakti, Yun Xiao Niang Niang. Kepada Yun Xiao Niang Niang, Gong Ming meminjam sebuah gunting wasiat, untuk merebut kembali wasiat - wasiatnya yang dirampas musuh. Ternyata gunting wasiat itu adalah dua ekor naga yang berubah rupa, sebab itu kemampuannya luar biasa. Banyak dewa - dewa sakti dari pihak Zi Ya terpotong menjadi dua bagian dan tewas dengan mengerikan karena pusaka
ini. Jiang Zi Ya jadi gelisah, para prajuritnya juga menjadi gentar. Pada saat yang kritis itu datanglah seorang Taoist dari pegunungan Gun Lun Shan (Kun Lun San - Hokkian) yang bemama Lu Ya. Lu Ya menyuruh
Zi Ya membuat boneka dari rumput. Pada badan boneka tersebut diletakkan selembar kertas yang dituliskan nama Zhao Gong Ming. Di bagian kepala dipasang pelita kecil demikian pula pada bagian kaki. Di depan boneka itu diadakan sembahyangan selama 21 hari berturut - turut. Zi Ya, atas nasehat Lu Ya, bersembahyang disitu beberapa hari. Dia terus bersembahyang sampai suatu hari Zhao Gong Ming merasakan jantungnya berdebar - debar, badannya terasa panas dingin tak menentu. Semangatnya luruh begitu pula semua tenaganya. Pada hari yang ke 21, setelah mencuci rambutnya, Zi Ya mementang busur dan mengarahkan anak panah ke mata kiri boneka rumput tersebut. Zhao Gong Ming yang berada di kubu pasukan Shang, mendadak merasa mata kirinya sakit sekali dan kemudian buta. Panah Zi Ya berikutnya diarahkan kemata kanan boneka Zhao Gong Ming dan panah ketiga di jantungnya. Dengan demikian Zhao Gong Ming yang sakti ini akhirnya tewas oleh lawan. Setelah Wu Wang berhasil menghancurkan pasukan Shang dan mendirikan dinasti Zhou, Zi Ya melaksanakan perintah gurunya untuk mengadakan pelantikan para malaikat. Zhao Gong Ming kemudian dianugerahi gelar Jin-long-ru-yi-zheng-yi-long-hu xuan-tan-zhen-jun atau secara singkat disebut: Zheng Yi Zhen Jun (Ceng It Cin Kun - Hokkian) atau Xuan Tan Zhen Jun (Hian Than Cin Kun - Hokkian). Xuan Tan Zhen Jun mempunyai empat pengiring, yang disebut Duta Dewa Kekayaan, Cai Shen Shi Zi, yaitu :
Dengan mengendarai harimau, Zhao Gong Ming bertempur dengan Jiang Zi Ya. Setelah beberapa jurus, Zhao Gong Ming mengeluarkan ruyung saktinya dan menghajar Jiang Zi Ya hingga roboh dan tewas. Tapi untung, datanglah Guang Cheng Zi (Kong Sheng Cu - Hokkian). Ia menolong Zi Ya dan dia hidup kembali. Huang Long Zhen Ren (Ui Liong Cin Jin - Hokkian) keluar untuk bertempur dengan Zhao Gong Ming, tapi tertawan oleh tali wasiat Gong Ming. Chi Jing Zi dan Guang Cheng Zi pun terpukul jatuh oleh pertapa yang berkesaktian segudang itu. Tapi kemudian Zi Ya mendapat bantuan seorang sakti dari pegunungan
Wu-yi Shan yang bemama Xiao Sheng. Semua barang wasiat Zhao Gong Ming berhasil dirampas. Merasa kehilangan muka, Zhao Gong Ming kabur ke pulau San Xian Dao (Eulau Tiga Dewa) untuk menemui seorang
pertapa wanita yang sakti, Yun Xiao Niang Niang. Kepada Yun Xiao Niang Niang, Gong Ming meminjam sebuah gunting wasiat, untuk merebut kembali wasiat - wasiatnya yang dirampas musuh. Ternyata gunting wasiat itu adalah dua ekor naga yang berubah rupa, sebab itu kemampuannya luar biasa. Banyak dewa - dewa sakti dari pihak Zi Ya terpotong menjadi dua bagian dan tewas dengan mengerikan karena pusaka
ini. Jiang Zi Ya jadi gelisah, para prajuritnya juga menjadi gentar. Pada saat yang kritis itu datanglah seorang Taoist dari pegunungan Gun Lun Shan (Kun Lun San - Hokkian) yang bemama Lu Ya. Lu Ya menyuruh
Zi Ya membuat boneka dari rumput. Pada badan boneka tersebut diletakkan selembar kertas yang dituliskan nama Zhao Gong Ming. Di bagian kepala dipasang pelita kecil demikian pula pada bagian kaki. Di depan boneka itu diadakan sembahyangan selama 21 hari berturut - turut. Zi Ya, atas nasehat Lu Ya, bersembahyang disitu beberapa hari. Dia terus bersembahyang sampai suatu hari Zhao Gong Ming merasakan jantungnya berdebar - debar, badannya terasa panas dingin tak menentu. Semangatnya luruh begitu pula semua tenaganya. Pada hari yang ke 21, setelah mencuci rambutnya, Zi Ya mementang busur dan mengarahkan anak panah ke mata kiri boneka rumput tersebut. Zhao Gong Ming yang berada di kubu pasukan Shang, mendadak merasa mata kirinya sakit sekali dan kemudian buta. Panah Zi Ya berikutnya diarahkan kemata kanan boneka Zhao Gong Ming dan panah ketiga di jantungnya. Dengan demikian Zhao Gong Ming yang sakti ini akhirnya tewas oleh lawan. Setelah Wu Wang berhasil menghancurkan pasukan Shang dan mendirikan dinasti Zhou, Zi Ya melaksanakan perintah gurunya untuk mengadakan pelantikan para malaikat. Zhao Gong Ming kemudian dianugerahi gelar Jin-long-ru-yi-zheng-yi-long-hu xuan-tan-zhen-jun atau secara singkat disebut: Zheng Yi Zhen Jun (Ceng It Cin Kun - Hokkian) atau Xuan Tan Zhen Jun (Hian Than Cin Kun - Hokkian). Xuan Tan Zhen Jun mempunyai empat pengiring, yang disebut Duta Dewa Kekayaan, Cai Shen Shi Zi, yaitu :
1). Xiao Sheng yang bergelar Zhao-bao Tian-zun. (Malaikat Pemanggil Pusaka).
2). Cao Bao yang bergelar Na-zben Tian-zun. (Malaikat Pemungut Benda Berharga).
3). Deng Jiu Gong yang bergelar Zhao-chai Shi-zi. (Duta Pemanggil Kekayaan).
4). Yao Shao Si yang bergelar Li-shi Xian-guan. (Pejabat Dewa Keuntungan).
2). Cao Bao yang bergelar Na-zben Tian-zun. (Malaikat Pemungut Benda Berharga).
3). Deng Jiu Gong yang bergelar Zhao-chai Shi-zi. (Duta Pemanggil Kekayaan).
4). Yao Shao Si yang bergelar Li-shi Xian-guan. (Pejabat Dewa Keuntungan).
Xuan Tan Zhen Jun bersama empat pengiringnya ini seringkali ditampilkan secara bersama - sama dalam bentuk gambar dan disebut Wu Lu Cai Shen (Ngo Lo Cay Sin - Hokkian) atau Dewa Kekayaan dari Lima Jalan. Di tempat pemujaan, secara pribadi dalam rumah - rumah penduduk, seringkali Dewa Kekayaan ini ditampilkan sebagai seorang panglima perang berpakaian perang lengkap, wajahnya bengis, satu tangan menggenggam senjatanya yang berupa ruyung dan tangan yang lain membawa sebongkah emas, mengendarai seekor harimau hitam.
Langganan:
Postingan (Atom)